Tuesday, April 19

Suatu rasa yang mati

Hari itu ku wartakan sepucuk surat berbentuk hati.
Dalamnya menceritakan tentang suatu perasaan yang pasrah,amukan dan serba salah.

Dendam yang tidak berbalas,mati dan tersadai
Terpinga-pinga untuk membiarkan semuanya di bawa ombak tsunami.
Hilang.lenyap

Tapi memungkinkan keadaan itu, aku biarkan ia berlalu.
Aku matikan suatu rasa yang selama ini mengganggu.
Aku matikan sebuah rasa yang menggamit dukaku
Aku matikan.
Hingga aku pun mati barangkali.

Kadangkala bila kita membuat suatu kenyataan,kenyataan itu bisa membunuh.
Tapi harus aku ingatkan,kenyatan itu jugalah yang ikhlas dari hati
Maka kenyataan tidak harus di persalahkan
Cuma bagaimana kita belajar untuk tidak mengikut
Perasaan dalam membuat suatu kenyataan
Kerana kenyataan itu harus jujur,
Perasaan jangan dilebihkan
Kerana ia bisa mengundang masalah
Kerana ia juga bisa memutuskan suatu pertalian.

Berbalik pada situasi bagaimana mulanya kita lalui
Hingga tercetusnya rasa itu
Hingga matinya rasa itu
Ini bukan suatu penerimaan yang adil jika keduanya tidak berada dalam satu arah yang sama. Maka dari situ aku mula sedar akan hal yang selama ini membuat
Kita berada dalam “masalah”.

Bilamana hati kita was-was untuk melakukannya,
Maka di situlah lahirnya syubah
Dan di dalam syubah itu ada yang ke-tiga.
Ke-tiga itu adalah si setan yang bisa melaknatkan kita.

Maka dengan tanpa rasa was-was aku memberanikan diri
Untuk membuat suatu kenyataan
Entah di terima,entah tidak,aku redha.
Kerana bagi aku semuanya ada penyelesaian yang benar untuk
Persoalan bagi sesuatu perhubungan yang terbengkalai ini.

Maka dari itu,
Atau sebelum itu lagi
Aku rela akan melepaskan rasa itu.
Hanyut.
Tersadai.
Mati.

No comments: